Pernahkah kita membayangkan, bagaimana orang-orang besar dikenang sepanjang masa? Jawabannya sederhana: melalui tulisan. Dari para ulama, pemikir, hingga tokoh bangsa, warisan terbesar mereka bukan sekadar kata-kata yang hilang tertiup angin, melainkan buku yang terus dibaca lintas generasi.
Lihatlah, bagaimana karya Imam Al-Ghazali, Ibnu Khaldun, atau Buya Hamka masih menemani kita hingga hari ini. Mereka telah tiada, tetapi ide dan pemikirannya tetap hidup, menjadi penerang bagi banyak orang. Semua itu terjadi karena mereka menulis, lalu tulisan itu menjadi warisan berharga bagi dunia.
Menulis buku sejatinya adalah investasi jangka panjang, bahkan bisa disebut investasi abadi. Mengapa? Karena sebuah buku mampu menembus batas ruang dan waktu. Hari ini kita menulis, besok anak cucu kita membaca. Bahkan, bisa jadi ratusan tahun mendatang, ide dan gagasan kita tetap hidup, memberi manfaat, dan menjadi amal jariyah. Setiap huruf yang dibaca orang lain, setiap gagasan yang menginspirasi, bisa menjadi pahala yang terus mengalir meski kita sudah tidak lagi ada di dunia ini.
Dari sisi masa depan, menulis buku juga berarti merekam jejak peradaban. Dunia yang terus berubah ini membutuhkan penulis yang mampu memberikan arah, nilai, dan solusi. Bayangkan, saat teknologi berkembang begitu cepat, arus informasi bercampur antara yang benar dan yang menyesatkan, buku bisa menjadi “kompas” agar manusia tidak kehilangan arah. Buku adalah jangkar peradaban, tempat orang kembali untuk menemukan pijakan di tengah derasnya gelombang perubahan.
Lebih jauh lagi, menulis buku adalah cara untuk mengikat ilmu dan pengalaman agar tidak lenyap begitu saja. Pepatah Arab mengatakan, “Al-‘ilmu shaid, wal-kitabah qayd” — ilmu itu bagaikan buruan, sedangkan tulisan adalah tali pengikatnya. Tanpa ditulis, ilmu mudah hilang. Tapi dengan buku, ilmu itu bisa diikat, disebarkan, dan diwariskan kepada siapa pun yang membutuhkannya.
Jadi, menulis buku bukan hanya tentang hobi atau profesi. Ia adalah tanggung jawab moral untuk menyumbang sesuatu bagi masa depan umat manusia. Satu buku bisa mengubah cara berpikir, membangun semangat, bahkan melahirkan peradaban baru. Bayangkan, hanya dengan satu gagasan yang kita tuangkan ke dalam tulisan, mungkin lahir ribuan perubahan dalam diri orang lain.
Maka, jangan pernah remehkan selembar halaman yang kita tulis. Siapa tahu, dari sana lahir perubahan besar. Siapa tahu, dari sebuah buku yang kita tulis, lahir generasi baru yang lebih bijak, lebih kuat, dan lebih berdaya. Menulis adalah cara kita berbicara kepada masa depan, bahkan ketika suara kita sudah lama berhenti terdengar.








Leave a Reply